Sabtu, 24 Oktober 2009

Inovasi Teknologi : Intensifikasi Padi Aerob Berbasis Organik.

Apa kabar Penyuluh Pertanian Indonesia?
Tantangan dunia penyuluhan dan pembangunan pertanian ke depan adalah ketersedian bahan pangan. Betapa tidak, dengan terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun memerlukan pasokan bahan pangan yang tidak sedikit. Kedaulatan dan ketahanan pangan nasional menjadi taruhanya. Mecermati kondisi ini maka ke depan akan semakin terasakan betapa pentingnya peran penyuluh pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian nasional.


Dengan trend kenaikan jumlah penduduk seperti pada saat ini maka pada tahun 2025 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 319 juta jiwa. Suatu jumlah penduduk yang demikian besar tentu memerlukan pasokan bahan pangan yang juga demikian besar. Menurut Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Perkembangan Riset dan Teknologi, Mohamad Nur Hidayat, dengan jumlah penduduk sebesar itu dan perkembangan pertanian yang stagnan dan produksi padi diperkirakan mencapai 66 juta ton gabah kering giling (GKG) maka pada tahun 2025 Indonesia akan diperkirakan akan kekurangan 13,1 juta ton gabah kering giling (GKG) (Kompas, 23 Oktober 2009).

Bukan hanya kenaikan jumlah penduduk yang besar,permasalahan lainya adalah makin berkurangnya lahan-lahan produktif akibat alih fungsi lahan untuk berbagai keperluan baik untuk pemukiman, kawasan industri maupun infrastruktur lainya. Sementara itu di sisilainya ekstensifikasi melalui pencetakan sawah - sawah baru di luar Pulau Jawa berjalan sangat lambat baik karena keterbatasan anggaran maupun terkendala karakter lahan-lahan di luar pulau Jawa yang marginal maupun sub optimal untuk budidaya padi berkaitan dengan kemasaman lahan maupun cekaman lingkungan lainya.

Salah satu cara untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan peningkatan produktivitas budidaya padi. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan berbagai cara baik melalui perbaikan teknologi budidaya maupun penciptaan varietas-varietas padi yang yang mempunyai daya hasil tinggi dan toleran terhadap berbagai cekaman lingkungan.

Berbagai jenis perbaikan teknologi budidaya padi sudah banyak dirilis untuk berbagai tipologi lahan. Baru-baru Prof.DR. Tualar Simarmata, guru besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung tengah mengembangkan teknologi yang diberi nama Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO). Dengan sistem ini bahan organik berupa jerami padi sisa panen tidak dibuang dari lahan tetapi dikembalikan lagi ke dalam lahan. Dengan cara ini bahan organik dan ketersediaan hara di dalam tanah meningkat dibandingkan jika jerami dibuang. Hal ini dilakukan dengan cara jerami padi sisa panen dipotong dan didiamkan di sawah hingga membusuk.

Aplikasi teknologi yang dikembangkan oleh Prof. Simarmata ini lebih menguntungkan bagi sistem budidaya padi secara keseluruhan. Aplikasi ini merupakan inovasi teknologi budidaya padi secara integral. Dengan sistem ini dapat menghemat pemakaian air, bibit dan pupuk anorganik, dengan menekankan pada pada pemanfaatan kekuatan biologis tanah, manajemen tanaman serta pemupukan dan tata air. Selain itu pengggembalian jerami juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman. Pengembalian bahan organik berupa jerami sisa panen sebanyak 5 ton ke dalam lahan setara dengan 100 kilogram Urea, 30 kilogram SP-36 dan 200 kilogram KCL.

Teknologi IPAT-BO yang dikembangkan Prof. Simarmata ini mampu menghasilkan 8-12 ton gabah kering giling (GKG) per hektar. Padahal produktivitas padi secara umum berkisar antara 4-6 ton GKG per hektar. Ini tentu sebuah peningkatan produktivitas yang bagus. Hasil pengembangan teknologi ini dapat dikembangkan sebagai alternatif yang murah dan mudah untuk diaplikasikan oleh para petani kita.

Bagaimana menurut Anda ?

Tidak ada komentar: